Untuk membuat sebuah “keputusan” yang merupakan tujuan muara dari proses evaluasi diperlukan data yang akurat. Untuk memperoleh data yang akurat diperlukan teknik dan instrumen yang valid dan reliabel.
Secara garis besar evaluasi dapat dilakukan dengan menggunakan teknik tes dan teknik non tes (sebagian khazanah menggunakan istilah alternative test). Dari kedua teknik tersebut, realitas di lapangan teknik tes lebih masyhur (populer) dibandingkan teknik non tes. Realitas ini tampaknya tidak terlepas atau terkait dengan “tradisi” yang sudah turun-temurun, di mana evaluasi direduksi pada kegiatan ujian-ujian atau ulangan-ulangan yang dalam prakteknya menggunakan teknik tes. Mulai dari ulangan (ujian) harian yang dikenal dengan formatif, ulangan (ujian) akhir semester yang dikenal dengan sumatif, ulangan (ujian) akhir sekolah hingga ujian nasional, sebagian besar mengambil bentuk tes dan hanya sebagian kecil menggunakan non tes. Realitas inilah yang diduga peneliti sebagai salah satu penyebab munculnya anggapan yang salah bahwa evaluasi identik dengan tes.
Dari segi respon yang dikehendaki atau dituntut kepada peserta tes, teknik tes dapat diklasifikasi menjadi teknik tes tertulis, tes lisan dan tes perbuatan. Dari ketiga klasifikasi tersebut realitas di lapangan teknik tes tertulis lebih banyak dipergunakan dibandingkan kedua teknik tes yang lain. Hal ini disebabkan teknis tes tertulis memungkinkan untuk dapat diselenggarakan secara massal, di mana dalam waktu yang sama dapat dilaksanakan tes secara serempak dengan materi tes yang sama kepada sejumlah peserta tes (hingga jutaan peserta sebagaimana ujian nasional). Sementara teknik tes lisan dan perbuatan memerlukan biaya, waktu, tenaga yang lebih besar, dan dalam prakteknya sulit untuk membuat materi tes yang sama.
Apakah dengan demikian berarti tes tertulis lebih unggul dibandingkan dengan tes lisan dan perbuatan ?. Tentu saja tidak, karena klasifikasi tes tidak berhubungan baik atau tidaknya teknis dan unggul atau tidaknya. Hal ini disebabkan teknik dan jenis tes, masing-masing memiliki keunggulan dan keterbatasan. Pertimbangan yang diperlukan dalam memilih dan mengembangkan teknik dan jenis tes sudah barang tentu didasarkan pada ”ketepatan” teknik dan jenis tersebut tersebut terkait dengan kompetensi, tujuan dan hasil belajar yang diinginkan. Jika kompetensi yang diinginkan agar peserta didik mampu mengucapkan secara tepat kosa kata atau kalimat tertentu, maka tes lisan lebih tepat dipergunakan. Tetapi seandainya hasil belajar yang diharapkan peserta didik dapat memeragakan tata cara berwudlu misalnya, maka tes perbuatan lebih tepat dipergunakan.
Hisyam Zaini , dkk[31] mengelompokkan tes menjadi:
- Menurut bentuknya, secara umum terdapat dua bentuk tes, yaitu tes objektif dan tes subjektif. Tes Objektif adalah bentuk tes yang diskor secara objektif. Disebut objektif karena kebenaran jawaban tes tidak berdasarkan pada penilaian (judgement) dari korektor tes. Tes bentuk ini menyediakan beberapa option untuk dipilih peserta tes, yang setiap butir hanya memiliki satu jawaban benar. Tes subjektif adalah tes yang diskor dengan memasukkan penilaian (judgement) dari korektor tes. Jenis tes ini antara lain: tes esai, lisan.
- Menurut ragamnya, tes esai dapat diklasifikasi menjadi tes esai terbatas (restricted essay) dan tes esai bebas (extended essay). Butir tes objektif menurut ragamnya dapat dibagi menjadi tiga, yaitu: tes ben ar salah (true-false), tes menjodohkan (matching) dan tes pilihan ganda (multiple choice).
Teknik non tes dalam evaluasi banyak macamnya, beberapa diantaranya adalah: angket (questionair), wawancara (interview), pengamatan (observation), skala bertingkat (rating scale), sosiometri, paper, portofolio, kehadiran (presence), penyajian (presentation), partisipasi (participation), riwayat hidup, dsb.