Gerakan Masyarakat Untuk Pendidikan Berkualitas (Gempa) menilai, lulusan Unsri menurun karena beberapa faktor di antaranya akibat kepindahan kampus lama di Bukit Besar ke Inderalaya. Bahkan Gempa menilai, kualitas unversitas negeri tertua di Sumsel tersebut sama dengan universitas swasta di Palembang.
Pemrakarsa Gempa Bahrul Ilmi Yakup mengatakan, kepindahan kampus Unsri ke Inderalaya membuat kegiatan belajar dan mengajar tidak optimal. Konon kabarnya, dosen senior jarang datang ke Inderalaya lantaran kondisi transportasi yang tidak memadai. Akibatnya, jadwal mengajar diserahkan kepada dosen yunior yang notabene secara keilmuwan masih rendah.
Kondisi ini tentu sangat berdampak terhadap kualitas mahasiswa dan lulusan Unsri ke depannya. “Salah satu contohnya di Fakultas Hukum. Dosen senior memilih untuk mengajar di extension dan Fakultas Hukum Unsri di Bukit Besar. Sementara hanya dosen yunior yang ke Inderalaya. Kondisi ini sangat berbahaya bagi kualitas lulusan Unsri ke depan,” ujar Bahrul kemarin.
Menurutnya, ketika perkuliahan masih dipusatkan di kampus Bukit Besar, banyak dosen senior yang mengajar.Namun ketika pindah ke Indralaya, ternyata dosen yunior lebih banyak yang mengajar .
”Sekarang ini kampus Unsri Bukit Besar jauh lebih maju daripada kampus Unsri di Indralaya,” ungkap jebolan FH Unsri tahun 1990 ini. Bahrul menilai, kepindahan kampus Unsri ke Indralaya banyak menyisakan persoalan. Terutama masalah transportasi yang sampai saat ini belum tuntas.
“Kita sangat terharu dan prihatin melihat kondisi mahasiswa Unsri saat ini. Setiap pagi mereka harus berebutan bus. Sementara ketika pulang harus terburu-buru karena takut ketinggalan bus. Kondisi ini membuat mahasiswa terus berkejar- kejaran dengan waktu sehingga proses bejalar mengajar tidak optimal,” tegas pria yang berprofesi sebagai pengacara ini.
Bahrul memaparkan, sejak pindah ke Inderalaya, minat mahasiswa untuk aktif di organisasi kampus dan ekstra kulikuler juga mengalami penurunan drastis. Hal ini sangat jauh berbeda ketika perkuliahan masih dipusatkan di kampus Bukit Besar. Bahrul mengkhawatirkan, bila kondisi seperti ini dibiarkan, bukan tidak mungkin kualitas mahasiswa Unsri makin terpuruk. Unsri yang dahulu diperhitungkan di tingkat nasional, menjadi kampus yang selevel dengan universitas swasta kelas tiga.
”Unsri kala itu benar-benar menjadi idola. Kampus Unsri di Bukit Besar menjadi sentral kegiatan mahasiswa se-Sumsel. Jadi sangat disayangkan jika kedepan kualitas lulusan Unsri terus menurun,” tandasnya.
Mengenai daya tampung kampus Unsri di Bukit Besar yang tidak mampu lagi menampung pertambahan mahasiswa, Bahrul mengatakan kurang tepat.Sebab, kampus Bukit Besar masih bisa dikembangkan dengan membangun gedung bertingkat. Lagipula lahan Unsri di kawasan Bukit Besar masih cukup luas. “Tinggal kemauan saja. Sementara kalau jadi pindah ke Bukit Besar lagi, kampus di Inderalaya bisa diserahkan ke Pemkab Ogan Ilir untuk dijadikan komplek perkantoran. Namun tentu dengan negosiasi yang sama-sama menguntungkan,” paparnya.
Menanggapi usulan kembalinya kampus Unsri dari Inderalaya ke Bukit Besar, Pembantu RektorI (Purek 1) Unsri Prof Dr Zulkifli Dahlan menegaskan sangat tidak mungkin. Pasalnya, investasi yang sudah ditanamkan di kampus Inderalaya sudah sangat besar.
“Kalau masalah infrastruktur, kampus di Indralaya jauh lebih lengkap dari Unsri Bukit Besar. Investasi yang ditanamkan juga sudah banyak. Jadi sangat tidak mungkin di-pindahkan kembali ke dalam kota. Apalagi, ITB saja sudah me-lakukan pengembangan kampus keluar kota. Masa kita akan kembali ke dalam kota,” jelas Zulkifli. Mengenai tudingan kualitas mahasiswa menurun sejak kampus pindah ke Inderalaya, mantan Dekan Fakultas MIPA ini membantahnya.
Zulkifli menegaskan mutu Unsri makin lama makin baik. Indikasinya, belum lama ini Unsri menerima dana hibah kompetisi sebesar Rp10 miliar dari Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi (DirjenDikti). “Menurun atau meningkatnya kualitas pusat yang menilai. Jika menurun tidak mungkin Unsri mendapatkan dana hibah kompetisi. Ini membuktikan bahwa kita masih yang terbaik,” jelasnya. Indikasi lain, kata pakar bambu lulusan Perancis ini, jumlah mahasiswa yang mendaftar ke Unsri dari tahun ke tahun mengalami peningkatan.
Sebagai perbadingan, pada tahun 2009 mahasiswa yang mendaftar sebanyak 40.000 dan 2010 meningkat 45.000. "Jadi yang daftar ke Unsri tetap antre dan puluhan ribu per tahun. Jadi Unsri masih tetap menjadi tujuan utama lulusan SMA dan SMK di Sumsel bahkan dari luar Sumsel,” ujarnya. Zulkifli juga membatah dosen senior tidak ada yang mengajar ke kampus Indralaya lantaran jarak yang jauh. Sebab aturannya, dosen senior baru bisa mengajar di Bukit Besar jika terlebih dahulu mengajar di Indralaya. “Dosen senior wajib mengajar di Inderalaya. Jika sudah mengajar di sana baru mereka bisa mengajar di Bukit Besar,” tegasnya.
Sedangkan untuk mengatasi masalah transportasi yang dikeluhkan dosen dan mahasiswa, Zulkifli menjelaskan sejak tiga tahun lalu telah diberlakukan masuk asrama bagi mahasiswa baru. Saat ini terdapat sekitar 750 mahasiswa sudah menempati asrama.“ Ini salah satu solusi masalah transportasi,” ujarnya. Selain itu, kata Zulkifli, Unsri menyediakan bus mahasiswa di Bukit Besar maupun di Stasiun Kereta Api mahasiswa sehingga masalah transportasi tidak menjadi kendala.
“Memang banyak mahasiswa lebih senang naik bus yang langsung masuk ke Unsri daripada naik kereta api yang masih harus nyambung lagi dengan mobil angkutan umum. Meskipun demikian kita sediakan satu bus di stasiun untuk mengangkut mahasiswa yang naik kereta api,” tuturnya. (yayan darwansyah/koran si)
(//rhs)