TEORI BELAJAR

blogger templates
Menurut UU PA, anak mempunyai hak untuk tumbuh dan berkembang, bermain, beristirahat, berekreasi, dan belajar dalam suatu pendidikan. Jadi, belajar adalah hak anak, bukan kewajiban. Karena belajar adalah hak, maka belajar harus menyenangkan, kondusif dan memungkinkan anak menjadi termotivasi dan antusias (Maimunah Hasan, 2009: 16).

Belajar dapat diartikan sebagai suatu aktivitas yang ditujukan oleh perubahan tingkah laku, sebagai hasil dari pengalaman (Cronbach dalam Tadkirotun Musfiroh, 2008:15). Teori belajar pada siswa Kelas I Sekolah Dasar adalah suatu pemikiran ideal untuk menerangkan apa, bagaimana, dan mengapa belajar dilakukan, serta persoalan lain tentang belajar. Teori belajar diperlukan untuk berbagai kepentingan, seperti : 1) menyusun kegiatan pembelajaran; 2) mendiagnosis problem yang muncul di kelas; 3) mengavaluasi hasil belajar; 4) sebagai kerangka penelitian.
Ahli-ahli kognitif berpendapat bahwa belajar adalah hasil dari usaha manusia untuk mengerti dunia. Untuk melakukan ini, manusia menggunakan semua alat mental. Pandangan kognitif juga melihat belajar sebagai sesuatu yang aktif. Manusia berinisiatif mencari pengalaman untuk belajar, mencari informasi untuk menyelesaikan masalah, mengatur kembali, dan mengorganisasi apa yang telah diketahui untuk pelajaran baru (Sri Esti Wuryani Djiwandono, 2006:149).
Ada beberapa teori yang menjelaskan bagaimana anak belajar. Berikut akan disajikan konstruktivisme, dan teori multiple intelligences. Kedua teori tersebut dipilih karena memiliki kaitan erat satu sama lain, yakni bahwa belajar adalah proses aktif yang menintut peran aktif setiap anak. 

 Belajar Menurut Teori KonstruktifistikPrinsip belajar pada anak-anak adalah bahwa mereka dapat mengerjakan sesuatu, pertama dalam suatu konteks yang terdukung dan baru kemusian dapat melakukannya secara mandiri dan dalam konteks yang berbeda-beda. Rogoff (melalui Bredekamp & Copple dalam Tadkiroatun Musfiroh, 2008:20), mendiskripsikan proses pembelajaran yang dibantu oleh orang dewasa sebagai “partisipasi terbimbing” untuk menekankan bahwa anak secara aktif berkolaborasi dengan orang lain untuk menuju ketingkat pemahaman dan keterampilan yang lebih kompleks.
Perkembangan dan belajar merupakan proses dinamis. Hal ini menuntut pemahaman orang dewasa. Selain itu, perlu dilakukan observasi lebih dekat untuk menyesuaikan kurikulum. Guru, dalam hal ini perlu menstimulasi anak sesuai dengan kompetensi yang muncul, kebutuhan, minat dan membantu mereka untuk terus berkembang dengan cara menargetkan pengalaman edukasional sehingga mereka dapat menghadapi tantangan tetapi tidak membuat mereka frustasi.
Belajar, menurut pandangan konstruktivisme merupakan suatu proses menkonstruksi pengetahuan yang terjadi dari dalam diri anak. Artinya pengetahuan diperoleh melalui suatu dialog oleh suasana belajar yang bercirikan pengalaman dua sisi (kognitif dan afektif). Dengan demikian, belajar harus diupayakan agar anak-anak mampu menggunakan peralatan mental (otak) mereka secara efektif dan efisien sehingga tidak ditandai oleh segi kognitif belaka, tetapi terutama, juga oleh keterlibatan emosi dan kemampuan kreatif (Semiawan, 2002).
Konsep pandangan konstruktivistik menekankan keterlibatan anak dalam proses belajar. Menurut pandangan ini proses belajar haruslah menyenangkan bagi anak dan memungkinkan anak berinteraksi secara aktif dengan lingkungannya. Bermain merupakan media sekaligus cara terbaik anak untuk belajar.
Pendekatan konstruktivistik menekankan bahwa peranan utama dalam kegiatan belajar adalah aktifitas siswa dalam mengkonstruksi pengetahuannya sendiri. Segala sesuatu seperti bahan, media, peralatan, lingkungan dan fasilitas lainnya disediakan untuk membantu pembentukan tersebut. Siswa diberi kebebasan untuk menggungkapkan pendapat dan pemikirannya tentang sesuatu yang dihadapinya. Dengan cara demikian, siswa akan terbiasa dan terlatih unuk berfikir sendiri, memecahkan masalah yang dihadapinya, mandiri, kritis, kteatif, dan mampu mempertanggung jawabkan pemikirannya secara rasional (Asri Budiningsih, 2005:59-60).
Lebih lanjut Semiawan (2002) mengatakan bahwa pembelajaran untuk siswa Sekolah Dasar pada kelas rendah atau masa praoperasional seyogyanya ditekankan pada : (1) perkembangan pengetahuan yang terkait dengan pengalaman dalam kehidupan keluarga dan gejala yang bersifat holistik serta dapat dilakukan melalui permainan; (2) eksplorasi dan manipulasi objek konkret juga terkait dengan berbagai permainan konkret; dan (3) belajar dan melatih membaca, menulis, berhitung serta keterampilan dasar lainnya, yang diperoleh melalui bermain. 

Belajar Menurut Teori Multiple Intelligences. Menurut teori Multiple Intelligences, anak belajar melalui berbagai macam cara. Anak mungkin belajar melalui kata-kata, angka-angka, gambar, warna, nada-nada suara, interaksi dengan orang lain, diri sendiri dan mungkin perenungan tentang hakikat sesuatu. Meskipun demikian, anak pada umumnya, belajar melalui kombinasi dari beberapa cara (Tadkiroatun Musfiroh, 2008:23).
Setiap anak juga memiliki berbagai cara untuk menjadi cerdas dan setiap anak adalah unik. Setiap anak memiliki kecendrungan cara belajar yang tidak selalu sama. Kegiatan belajarpun dapat dilakukan dengan berbagai aktivitas. Suatu materi pembelajaran dapat dipahami dari berbagai cara. Cara-cara ini menunjukkan peran kecerdasan yang berbeda pula. Oleh karena itu seyogyanya suatu materi ajar memberikan kemerdekaan bagi anak untuk melakukan berbagai aktivitas yang paling sesuai dan paling diminati.
Tuntuan agar guru mengkombinasikan berbagai metode, mulai dari metode bahasa ke metode spasial, lalu ke metode musik, menunjukkan keyakinan, bahwa metode belajar harus disesuaikan dengan kebutuhan anak. Artinya anak belajar sesuai kebutuhannya, yang terkait dengan kecerdasan-kecerdasan yang dimilikinya.
Berikut ini akan dijelaskan bagaimana cara anak belajar dalam tiap-tiap kecerdasan yang dimilikinya. Tiap-tiap kecerdasan memiliki kecendrungan aktivitas yang berbeda. Aktivitas yang mengandung berbagai cara dipandang sebagai aktivitas yang menstimulasi beberapa kecerdasan sekaligus.
KECERDASAN
CARA BELAJAR
1.      Lingustik Verbal
Melalui kata-kata, tulisan (membaca dan menulis), menyimak cerita dan bercerita, permainan kata, dan berdiskusi.
2.      Logika-Matematika
Menghitung, mencongkak, bermain dengan angka, memecahkan teka-teki, mencoba (bereksperimen) menelusuri sebab akibat sesuatu.
3.      Spasial
Membangun dan merancang miniature ‘bangunan”, mewarnai, mengkombinasikan warna-warna, bermain berimajinasi, memetaka pikiran, mencermati bentuk, menggambar dan menyusun.
4.      Kinestetik
Memegang dan menyentuh benda, mendramakan, bergerak/beraktivitas (melompat, meniti, berguling), membaui, mengecap, menari, membentuk sesuatu.
5.      Musikal
Mengidentivikasi suara dan bunyi, menikmati berbagai suara dan bunyi, bermain alat musik, menikmati irama dan mendengarkan lagu.
6.      Interpersonal
Belajar berkelompok, bekerja sama, berbagi rasa, berbicara dengan orang lain, berbagi peran, bermain peran, bermain tim, simulasi, dan berinteraksi.
7.      Intrapersonal
Merefleksi dan merenung, mengaitkan berbagai hal dengan diri sendiri, menentukan pilihan, mengidentifikasi dan memperagakan emosi dan perasaan, membuat jadwal diri dan menentukan konsep diri.
8.      Naturalis
Mencermati alam sekitar, menikmati alam, memperhatikan benda-benda di langit, cuaca, peduli terhadap waktu, mengamati hewan, mengamati tumbuhan, memperhatikan wujud benda batu, gunung, laut, hujan), memelihara tumbuhan dan hewan.
Tabel. 1 Cara belajar anak berdasarkan Multiple Intelligences (Julia Jasmine, 2007:125-130)


Sumber
  Gardner, Howard.   (1993). Multiple Intelligences (The Theory in Practice). New York: Basic Book.
 _______________.(2003). Kecerdasan Majemuk (Teori dan Praktek). (Terjemahan: Alexsander         
           Sindoro). Batam: Interaksara. (Buku asli diterbitkan tahun 1993).
Maimunah Hasan. (2009). PAUD (Pendidikan Anak Usia Dini): Panduan Lengkap Manejemen Mutu Pendidikan Anak untuk Para Guru dan Orang Tua). Yogyakarta: Diva Press
Semiawan, Conny R. (2002). Belajar dan Pembangunan dalam Taraf Usia Dini, Jakarta: PT Prenhallindo.
Sri Esti Wuryani Djiwandono. (2006). Psikologi Pendidikan (Rev. ed). Jakarta: Gramedia Widiasarana Indonesia.
Tadkiroatun Musfiroh. (2008). Cerdas Melalui Bermain: Cara Mengasah Multiple Intelligence pada Anak Usia Dini. Jakarta: Gramedia Widiasarana Indonesia.









.