Kata umpatan biasanya bila diucapkan pasti dapat menimbulkan sakit hati, marah, bahkan juga bisa memicu terjadinya perkelahian. Dalam budaya orang Surabaya kata umpatan yang sering terdengar dan familiar di telinga kita yaitu kata “Jancuk”. Anehnya kata “Jancuk” tersebut dalam perkembangannya tidak hanya berfungsi sebagai bentuk luapan emosi atau amarah seseorang yang sedang terbawa dalam kondisi ego yang tinggi , namun kata “Jancuk” juga dapat berfungsi sebagai kata sapaan, kata keakraban dan lain sebagainya.
Istilah “Jancuk” bagi tradisi daerah lain di Jawa Timur tergolong sebagai kata-kata yang tidak pantas untuk diucapkan atau biasa disebut dengan “meso”. Daerah lain di luar Surabaya menganggap kata “Jancuk” sebagai pelanggaran terhadap nilai-nilai keagamaan sehingga dapat menimbulkan pebuatan dosa.
Budaya Surabaya justru sebaliknya, menganggap kata “Jancuk” sebagai kata yang mampu menghadirkan jutaan makna. Ketika seseorang sedang bergembira kata "Jancuk" juga tetap diucapkan contoh: "Jancuk nemu duwek rek lumayan iki" arti dalam bahasa Indonesia:"Jancuk saya menemukan uang, asyik..." ketika seseorang sedang marah kata "Jancuk" justru lebih terasa mantab untuk digunakan, contohnya: "Jancuk,.!!! Raimu gateli, awas kon yo" arti dalam bahasa Indonesia:"Jancuk..!!! kamu kurang ajar ya, tunggu pembalasanku", ketika seseorang bertemu teman baiknya, kata "Jancuk" juga tetap tidak boleh ketinggalan contohnya "Jancuk, nangdi ae kon.? gak tau ketok blas rek" arti dalam bahasa Indonesia:"Jancuk, kemana saja kamu? kita jarang ketemu ya."Dari beberapa contoh di atas dapat kita lihat bahwa kata "Jancuk" dalam budaya orang Surabaya merupakan kata yang memiliki beragam fungsi dan kegunaan. kata "jancuk" tidak hanya menjadi kata umpatan tetapi lebih dari itu kata "Jancuk" sudah menjadi suatu bentuk identitas atau bisa dikatakan sebagai bahasa pergaulan bagi orang Surabaya.