Model Pembelajaran Membaca Al-Qur’an

blogger templates

A.    Model Pembelajaran Membaca Al-Qur’an
Model pembelajaran membaca  Al-Qur’an dapat diberikan dengan sistem privat.[1] Santri dikelompokkan dalam kelas-kelas, setiap kelas antara 15-25 anak, ada seorang wali kelas dan dibantu oleh beberapa orang ustadz/ ustadzah privat. Jumlah ustadz privat tiap kelas disesuaikan dengan jumlah santri dalam kelas tersebut, dengan perbandingan tiap 6 santri diperlukan 1 ustadz/ustadzah. Sebagai panduan (buku pegangan) dalam pembelajaran membaca Al-Qur’an adalah buku Iqro’ yang terdiri dari jilid 1-6.
Dalam model Membaca Al-Quran, terdapat empat model, yakni:[2]
1.      Membaca lafadz aslinya (arabnya)
Cara membaca yang ini, membutuhkan satu tool tersendiri, yakni memahami symbol-symbol atau teks/huruf hijaiyah (arab). Dan ada serangkaian prosedur baku; tajwid, mahroj, harokah, dll. Walaupun secara teknis bisa juga dilakukan dengan bersuara mengikuti atau “membeo” si pembaca aslinya atau berupa hafalan.
Cara membaca yang demikian ini, praktis bisa dilakukan oleh semua orang. Tidak peduli orang muslim atau non-muslim, fasiq, munafik, semuanya bisa melakukan cara membaca yang ini.
2.      Membaca arti, maknanya (terjemahanan)
Cara membaca yang kedua ini sama juga, membutuhkan satu tool khusus, yakni menguasai nahwu, sorof, mantiq, dll. Walaupun pada praktisnya di zaman sekarang dengan tehnologi yang sudah maju, keberadaan mushaf ini (Al-Quran terjemahan) sudah bisa diakses oleh semua orang dari mana saja dankapan saja.
Berbeda dengan kondisi zaman kakek-nenek buyut cicit kita, keberadaan kitab (buku) yang masih sangat terbatas, ketika ingin mengetahui arti / makna Al-Quran, harus berinteraksi langsung dengan sosok personal (Kyai, Ajengan, Syekh, Tengku) yang menguasai bahasa arab hingga mampu memberikan arti/terjemahannya.
Secara essensi, dulu dan sekarang sama saja. Intinya, kinerja membaca Al-Quran dengan cara yang kedua ini, bermodalkan akal (intelektual), yakni berkutat tentang pemahaman dan pengertian. Dan sifatnya masih sama dengan cara membaca yang pertama, karena cara membaca yang kedua ini juga bisa dilakukan oleh baik yang muslim maupun orang non-muslim, fasiq, munafik, dll. Dan mereka memang benar-benar melakukanya.
3.      Membaca dengan hati
Cara membaca yang ketiga ini, hanya bisa dilakukan oleh orang-orang mukmin saja. Yakni membaca Al-Quran yang bukan saja aktifitas si mata, telinga, lisan dan akal saja, tetapi merupakan kinerja “hati”.
Gambaran cara membaca yang ketiga ini, seperti kita membaca berita di surat kabar. Ketika cara membaca yang ketiga ini dilakukan pada Al-Quran, maka respon si pembacanya akan bergejolak. Menjadi tambah tenang, tenteram, bersemangat, ketika “kabar gembira” yang dibaca, atau menjadi prihatin dan sangat hati-hati ketika “ancaman/peringatan” yang terbaca, menjadi sedih, menangis, iba, terhadap nasib manusia-manusia yang lain. Hal demikian ini biasanya merupakan sebuah reflek spontan otomatis, bukan hal yang dibuat-buat. Dan cara membaca yang demikian ini, hanya bisa dilakukan oleh orang-orang yang beriman saja.
4.      Membaca dengan langkah (konkrit)
Cara membaca yang keempat ini sifatnya sama dengan cara membaca yang ketiga, yakni hanya bisa dilakukan oleh kelompok orang-orang beriman saja.
Analoginya seperti sebuah bangunan katakanlah namanya Gedung Mawar. Sebelum bangunan Gedung Mawar itu ada atau eksist, si Insinyur membuat design gambar atau blue print bangunan Gedung Mawar itu terlebih dahulu.
Kertas blue print/gambar dari Gedung Mawar tersebut, ibarat mushaf Al-Qurannya. Sedangkan Bangunan Gedung Mawar yang secara fisikal eksist; itulah wujud Al-Quran (yang terimplementasikan).
Membaca Al-Quran dengan cara yang ini, ada serangkaian prosedur baku (syarat, rukun) yang mengkerangkainya, seperti misal harus dilakukan secara kolektif dan sistematis serta integral (tidak individual personal parsial); proses step by step, berangsur-angsur (tartil); dan lainnya.
Cara membaca yang inilah yang punya implikasi “pahala” atau balasan yang baik dari Allah pada masa akhirat. Dan menghantarkan pada ujung muara “rohmatan lil ‘alamin”.
Oia Sob.. Jangan Lupa, Kasih Comment yaaa..






.