Submitted by nurhadi on Mon, 2013-02-25 12:19
Dalam menghadapi anak autis indigo, guru seni rupa harus bisa mengamati apa yang digambar dan dituntut untuk memahami apa yang dipikirkan anak. Konteks, kontur, dan konten yang merupakan unsur dalam seni rupa diintegrasikan dengan warna, simbol, bentuk dan ide akan membentuk hasil akhir di mana dari sinilah bisa diketahui hubungannya dengan kehidupan keseharian si anak. Inilah yang disebut psikologi seni. Demikian dikatakan Muchammad Bayu Tejo Sampurno dari Prodi Pendidikan Seni Rupa, FBS UNY yang merupakan lulusan termuda dalam wisuda UNY yang dilaksanakan pada Sabtu (23/2/2013) di GOR UNY.
Pria yang menempuh PPL di Sekolah Menengah Kebangsaan Bandar Putra–Kulai, Johor, Malaysia tersebut berhasil menjadi lulusan termuda wisuda UNY karena berhasil meraih gelar sarjana dalam usia 20 tahun 3 bulan dan sekarang menjadi guru tetap sekolah autis Yayasan Bina Anggita Bantul. Alumni SMAN 1 Wonosari tersebut mengisahkan bahwa pada usia 5 tahun sudah masuk sekolah dasar karena ikut-ikutan teman sepermainan.
“Saya baru menyadari ketidakwajaran ini setelah SMP karena banyak teman sekolah saya yang terpaut 2 tahun lebih tua,” kata Muchammad Bayu Tejo Sampurno. “Bahkan saya merayakan sweet seventeen setelah saya menempuh bangku kuliah,” ujarnya sambil tertawa. Namun menurut pengakuannya, dia tidak menemui kesulitan selama menampuh pembelajaran sejak SD hingga perguruan tinggi, terbukti dengan dicapainya IP 3,52 sehingga pemuda desa Siyono Wetan, Logandeng, Playen, Gunungkidul tersebut berhak meraih gelar cum laude.
Peraih predikat cum laude dengan IP tertinggi dalam wisuda periode Februari 2013 adalah Dwi Sumarti dari Prodi PGSD Fakultas Ilmu Pendidikan UNY dengan IP 3,81. Untuk mencapai IP yang tinggi, warga desa Dermaji, Lumbir, Banyumas ini mengaku selalu belajar di atas jam 12 malam karena lebih mudah untuk memusatkan perhatian pada pelajaran. “Selain itu, saya juga aktif dalam diskusi ataupun presentasi di kelas serta berupaya mendapatkan yang terbaik,” kata Dwi Sumarti.
“Setiap hari saya juga menelepon orangtua untuk memohon restu serta menjalankan puasa daud.” Ayah gadis kelahiran Banyumas 9 Maret 1990 ini seorang petani di desanya sedangkan ibunya merantau di Jakarta dan bekerja sebagai baby sitter. Alumni SMAN 1 Majenang ini mengaku memilih Prodi PGSD atas saran orangtua walaupun pada awalnya dia berkeinginan untuk masuk ke Jurusan Pendidikan Kimia.
Mahasiswa yang lulus tercepat dalam wisuda UNY periode Februari 2013 adalah Yani Oktavia dari Prodi Pendidikan Fisika FMIPA UNY yang berhasil menempuh pendidikan S1 dalam waktu 3 tahun 4 bulan. Gadis kelahiran Temanggung, 6 Oktober 1991 ini menjelaskan bahwa dia bisa lulus dalam waktu singkat dengan strategi mengambil mata kuliah yang ditawarkan pada semester di atasnya.
“Tetapi hal itu baru saya lakukan sejak semester 5 dan 6,” kata Yani Oktavia. “Pada semester 8 ada 4 mata kuliah pilihan, 2 mata kuliah saya ambil di semester 5, dan 2 mata kuliah lagi saya ambil pada semester 6.” Alumni SMAN 1 Temanggung tersebut mengisahkan bahwa materi kolokium yang seharusnya ditawarkan pada semester 7 dia ambil pada semester awal sehingga dia bisa mengajukan judul skripsi pada semester 4. Gadis desa Jetisan, Walitelon Utara, Temanggung, Jawa Tengah tersebut sejak semester awal selalu mendapatkan IP di atas 3,5 sehingga bisa mengambil mata kuliah 25 SKS yang dapat mempercepat studinya. Yani Oktavia berhasil meraih gelar cum laudedalam wisuda ini dengan IP 3,71. (Dedy)