Mulai tahun 2013, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud) menggunakan Data Pokok Pendidikan (Dapodik) sebagai rujukan dalam pengelolaan tunjangan profesi guru. Hal tersebut mengingat berbagai masalah yang muncul berkenaan dengan penyaluran tunjangan sejak pemberian tunjangan tersebut diberlakukan pada 2010 lalu.
Direktur Pembinaan Pendidik dan Tenaga Kependidikan Pendidikan Dasar, Sumarna Surapranata menyebutkan, ada sembilan indikasi masalah yang terdeteksi berkenaan dengan penyaluran tunjangan profesi guru. Aturan dalam UU no 14 tahun 2008 tentang guru dan dosen menyebutkan, tunjangan profesi dibayar sebesar 1x gaji pokok.
“Dengan aturan tersebut, berimbas pada perubahan gaji guru setiap tahun,” kata Pranata di ruang kerjanya, Kamis (13/02/2014)
Pranata menambahkan, masalah lain adalah adanya kenaikan gaji berdasarkan perpres setiap tahun disamping kenaikan gaji berkala, kenaikan pangkat, dan inpassing. Selain itu, kata dia, data guru yang tidak valid yang disediakan oleh daerah juga mempengaruhi jumlah uang yang dibutuhkan.
"Masalah lain adalah guru tidak memenuhi beban kerja minimal 24 jam seminggu dan adanya mutasi guru. Masalahnya itu simpel, data. Apakah datanya akurat atau tidak,” katanya.
Atas instruksi Mendikbud, guna mendapatkan data yang valid pengelolaan tunjangan profesi terutama guru SD dan SMP tidak lagi berdasarkan data yang disiapkan pemda, melainkan Dapodik. Adapun data yang dimasukkan berkaitan dengan satuan pendidikan, tenaga pendidik, dan siswa.
“Dapodik menjadi satu-satunya alat untuk menentukan si A ini berhak atau tidak,” tuturnya.
Komponen yang terdapat dalam Dapodik antara lain, identitas guru, NIP, NRG, NUPTK, tanggal pengeluaran sertifikat, mata pelajaran yang diampu, dan lokasi mengajar. “Sekarang kita buatkan formula supaya guru tidak bisa bohong lagi soal data,” katanya. (Aline Rogeleonick)
Sumber gambar dan artikel :