Masyarakat kita saat ini sedang menghadapi problem yang tidak ringan yaitu tersebarnya hal-hal keji dan berbagai bentuk kemungkaran. Di antara kemungkaran terang-terangan yang ada di tengah masyarakat adalah tersebarnya pakaian-pakaian wanita yang melanggar aturan syariat baik karena pakaian tersebut ketat dan press body atau kecil dan mini sehingga menampakkan bagian badan wanita yang mengundang syahwat laki-laki normal yang melihatnya atau pun karena tipis dan transparan sehingga dapat dilihat apa yang ada dibalik pakaian tersebut. Pakaian-pakaian wanita yang haram dipakai ini dosanya tidak hanya menimpa wanita yang memakainya namun juga menimpa pihak yang menjual pakaian tersebut.
Demikian pula di antara person yang turut menanggung dosanya adalah pedagang grosir yang menjual pakaian tersebut kepada pengecer, demikian pula orang-orang yang membuat dan memproduksi pakaian semacam ini. Tak ketinggalan pihak yang memberi izin berdirinya pabrik, yang menyetujui, dan rela dengan adanya pakaian seperti itu walaupun tidak memakainya, demikian pula semua orang yang punya peran serta demi eksisnya pakaian semacam ini di tengah masyarakat. Semua pihak-pihak di atas adalah sebab adanya kemungkaran pada badan gadis atau wanita yang memakai pakaian tersebut.
Mereka semua akan dimintai pertanggungjawaban oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala atas perbuatan dan perannya masing-masing dan akan menanggung dosa sebanding dengan kejahatan dan pelanggaran syariat yang mereka lakukan.
Seandainya bukan karena adanya izin pendirian pabrik dan perusahaan tentu pabrik tersebut tidak bisa memproduksi pakaian telanjang atau setengah telanjang. Andai bukan karena adanya buruh dan pekerja yang bekerja di pabrik tersebut tentu pabrik tersebut tidak akan eksis. Seandainya tidak ada pedagang pakaian seksi tentu wanita yang ingin mengumbar aurat tidak menemukan toko tempat berbelanja pakaian haram itu. Sehingga semua pihak-pihak di atas menanggung dosa karena tersebarnya hal-hal yang keji dan ‘buka-bukaan’. Sebagaimana mereka semua menanggung dosa dampak dari buka-bukaan tersebut yaitu adanya pandangan-pandangan haram, hubungan lawan jenis yang terlarang seperti pacaran, serta dampak dari hubungan lawan jenis yang dosa berupa rusaknya hati, moralitas, dan agama.
Tidak ada perbedaan hukum antara yang membuat dan yang menjual pakaian ‘buka-bukaan’ tersebut, baik kepada orang kafir ataupun kepada kaum muslimin. Karena orang kafir juga akan mendapatkan tambahan dosa di akhirat lantaran melanggar aturan-aturan syariat Islam. Selain itu, pakaian tersebut juga menyebabkan tersebarnya kerusakan dan kemungkaran di masyarakat baik wanita yang memakainya muslimah atau pun bukan muslimah. Meski jelas, menjualnya kepada muslimah dosanya jauh lebih besar lagi.
Para ulama yang duduk di Lajnah Daimah KSA pernah mendapatkan pertanyaan serupa yang kurang lebih artinya sebagai berikut, berilah kami fatwa tentang hukum menjual celana ketat untuk wanita dengan berbagai modelnya, baik yang modelnya jeans ataupun selainnya, demikian pula menjual sepatu wanita yang berhak tinggi, pewarna rambut dengan berbagai macam jenis dan warna, pakaian wanita yang transparan, pakaian wanita yang lengannya pendek dan pakaian-pakaian yang ukurannya mini.
Jawaban Lajnah Daimah, semua benda yang digunakan secara haram atau ada sangkaan kuat digunakan untuk sesuatu yang haram, maka haram pula memproduksinya, mengimpornya, menjualnya, dan memasarkannya di antara kaum muslimin. Di antara perbuatan haram adalah kelakukan banyak perempuan saat ini –semoga Allah memberikan limpahan hidayah-Nya kepada mereka agar kembali kepada kebenaran- yang memakai pakaian transparan, ketat, dan mini. Intinya mereka memakai pakaian yang menampakkan bagian tubuh wanita yang menjadi daya pikat lawan jenis dan menonjolkan anggota tubuhnya di tempat-tempat yang bisa dilihat oleh laki-laki yang tidak punya hubungan apa-apa dengannya.
Syekhul Islam Ibnu Taimiyyah mengatakan, “Semua pakaian yang ada sangkaan kuat akan dipakai dalam kemaksiatan, tidak boleh memperdagangkannya dan menjahitkannya untuk orang yang akan menggunakannya dalam kemaksiatan dan kezaliman. Oleh karena itu, makruh (haram) hukumnya menjual roti dan daging kepada orang yang diketahui secara pasti dia akan memakan roti dan daging itu sebagai pelengkap acara minum khamar. Demikian pula hukum menjual wewangian yang akan dicampurkan ke dalam minum-minuman keras atau akan digunakan oleh pelacur untuk memikat orang agar berzina dengannya. Kesimpulannya, hukum haram ini berlaku untuk benda-benda yang pada dasarnya mubah namun diketahui akan dipergunakan untuk mendukung kemaksiatan”.
Wajib atas semua pengusaha muslim untuk bertakwa kepada Allah dan menginginkan kebaikan untuk saudaranya sesama muslim sehingga dia tidak memproduksi atau pun menjual kecuali barang mengandung kebaikan dan manfaat bagi kaum muslimin dan tidak memproduksi serta memperdagangkan barang-barang yang jelek dan membahayakan masyarakat. Membisniskan barang yang halal itu sudah mencukupi kita sehingga tidak perlu terjerumus dalam bisnis barang yang haram.
وَمَنْ يَتَّقِ اللَّهَ يَجْعَلْ لَهُ مَخْرَجًا . وَيَرْزُقْهُ مِنْ حَيْثُ لَا يَحْتَسِبُ
Allah berfirman yang artinya, “Dan siapa saja yang bertakwa kepada Allah maka akan Allah berikan kepadanya jalan keluar dan Dia limpahkan rezeki-Nya dari arah yang tidak dia sangka.” (QS. Ath-Thalaq:2).
Menghendaki kebaikan untuk kaum muslimin adalah salah satu konsekuensi iman.
وَالْمُؤْمِنُونَ وَالْمُؤْمِنَاتُ بَعْضُهُمْ أَوْلِيَاءُ بَعْضٍ يَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَيَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ
Allah berfirman yang artinya, “Orang yang beriman baik laki-laki ataupun perempuan itu sebagiannya mencintai dan membela sebagian yang lain, memerintahkan kebaikan dan melarang kemungkaran” (QS. At-Taubah: 71).
Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
الدين النصيحة ، قيل : لمن يا رسول الله ؟ قال : لله ، ولكتابه ، ولرسوله ، ولأئمة المسلمين ، وعامتهم ) خرَّجه مسلم في صحيحه ،
“Hakikat agama adalah menghendaki kebaikan untuk pihak lain”. Ada sahabat yang bertanya, “Pihak lain itu siapa saja, wahai Rasulullah?”
Jawaban Nabi, “Allah, kitab-Nya, rasul-Nya, pemimpin kaum muslimin dan umumnya kaum muslimin” (HR. Muslim).
وقال جرير بن عبد الله البجلي رضي الله عنه : ( بايعتُ رسولَ الله صلى الله عليه وسلم على إقام الصلاة ، وإيتاء الزكاة ، والنصح لكل مسلم ) متفق على صحته،
Jarir bin Abdullah al Bajali mengatakan, “Aku bersumpah setia kepada Rasulullah untuk menegakkan shalat, membayar zakat dan menghendaki kebaikan untuk setiap muslim” (HR. Bukhari dan Muslim).
Yang dimaksudkan oleh Syekhul Islam dalam penjelasan beliau, “Oleh karena itu makruh (haram) hukumnya menjual roti dan daging kepada orang yang diketahui secara pasti dia akan memakan roti dan daging itu sebagai pelengkap acara minum khamar” adalah makruh yang maknanya haram sebagaimana bisa kita ketahui dari fatwa-fatwa beliau yang lain” (Sekian kutipan fatwa Lajnah Daimah).
Fatwa ini ditandatangani oleh Syekh Abdul Aziz bin Baz, Syekh Abdul Aziz alu Syekh, Syekh Shalih al Fauzan, dan Syekh Bakr Abu Zaid. Fatwa ini bisa dijumpai di Fatawa Lajnah Daimah jilid 13, Hal. 111.
Perlu diketahui, bahwa uang gaji atau pendapatan yang didapatkan dari pekerjaan yang haram semisal bekerja sebagai karyawan pabrik pada bagian membuat pakaian haram atau menjadi karyawan toko model yang menjual pakaian haram adalah harta yang haram.
( إنَّ الله إِذَا حَرَّمَ شَيْئاً حَرَّمَ ثَمَنَهُ ) رواه أبو داود ( 3488 ) وصححه الألباني في " صحيج أبي داود "
Nabi bersabda, “Sesungguhnya jika Allah mengharamkan sesuatu maka Allah pasti mengharamkan pendapatan yang dihasilkan darinya” [HR. Abu Daud, no. 3488, dinilai sahih oleh Al-Albani]
Orang yang sudah terlanjur bekerja dengan pekerjaan haram di atas, wajib segera keluar dan mencari pekerjaan lain yang halal sehingga halal pula gaji dan makanan yang dia makan. Semoga Allah memberi hidayah-Nya kepada kita sekalian dan memudahkan semua urusan kita serta membukakan untuk kita perbendaharaan kekayaan-Nya.