WapCyber4rt ™ — Ilmuwan bidang geologi dan geofisika Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Iskandar Zulkarnain, ingin mengubah pemahaman mengenai sejarah Pulau Sumatera melalui penelitiannya yang bertajuk "Geokimia Batuan sebagai Jendela Proses Geologi Masa Lalu dan Lentera Pemandu Penemuan Endapan Logam". Lewat penelitian ini Iskandar dikukuhkan sebagai profesor riset.
Dalam orasi ilmiahnya di Auditorium LIPI, Rabu, 21 Agustus 2013, Iskandar mengatakan selama ini Pulau Sumatera secara keseluruhan dianggap bagian dari tepian Benua Eurasia. "Melalui pendekatan geokimia batuan untuk menentukan lingkungan tektonik suatu wilayah, terbukti Sumatera bukan merupakan segmen homogen dari tepian Eurasia," kata dia.
Data geokimia terpilih dari batuan vulkanik yang tersebar di sepanjang pantai barat Sumatera, mulai dari Lampung hingga Sumatera Utara, menunjukkan bahwa wilayah dari zona patahan Sumatera ke arah barat dibentuk oleh komponen busur kepulauan atau island-arc. Sedangkan komponen benua terbukti di wilayah zona patahan Sumatera bagian timur. Data yang sama juga menunjukkan bahwa komponen busur kepulauan ini, yaitu Sumatera tengah hingga utara, terbukti pernah berkembang sebagai lingkungan.
"Bukti tersebut mengindikasikan bahwa zona patahan Sumatera merupakan zona subduksi purba," ujar Iskandar. Artinya, zona itu berusia lebih tua dibanding Kala Miosen, periode waktu geologi ketika kerak samudera menunjam ke bawah tepian Benua Eurasia.
Menurut Iskandar, patahan Sumatera tak lain adalah sebuah crustal border yang menyebabkannya mudah bergerak sebagai sebuah patahan geser ketika didorong oleh gaya kompresi dan sistem subduksi yang ada sekarang.
Dia mencontohkan patahan yang mudah bergerak itu tidak lain adalah asal-usul gempa bumi yang kerap mengguncang kawasan Sumatera Barat. "Makanya gempa di Sumatera Barat seringkali terjadi di wilayah yang itu-itu saja seperti Padang Panjang dan Solok," ucap dia.
"Pemahaman sejarah geologi Sumatera terbuka untuk direvisi dan diperbarui," imbuhnya, mengacu pada perubahan yang berdampak pada pemahaman akan potensi endapan mineral di pulau tersebut.
Ia mengatakan, selama ini aktivitas pencarian sumber mineral cenderung dilakukan di Sumatera bagian barat. Padahal penelitiannya membuktikan potensi endapan logam justru berada di wilayah timur. Konsekuensi logis temuan ini yaitu memberi alternatif baru bagi siapapun untuk menemukan potensi mineral di Sumatera.
Penelitian Iskandar berfokus pada pendataan unsur kimia yang terakam dalam batuan. Selanjutnya penelusuran data dilakukan melalui elemen utama dengan menyusuri unsurnya. Melalui unsur kemudian dilihat pola apa saja yang ditunjukkan oleh batuan. "Pola ini digunakan untuk mengetahui terbentuknya batuan," ujarnya.
Ia mengatakan, perbedaan pola ditentukan dari mana batuan itu berasal. Batuan yang diambil dari kepulauan dan tepian memiliki pola yang berbeda. Ia mencontohkan jenis batuan titan dan fosfor. Kedua batuan itu jika disandingkan mungkin sekilas tampak sama, padahal sebenarnya berbeda.
Yang tak kalah penting, penelitian Iskandar juga menunjukkan bahwa potensi sumber daya alam juga berkaitan erat dengan potensi bencana. Menurutnya, jika terdapat gempa lokal dengan frekuensi yang tinggi di tempat sama, maka perlu dipelajari penyebabnya. "Ini bisa jadi karena adanya potensi sumber daya alam," ujarnya