jurnalistik Dalam islam

blogger templates

Perlu disadari bahwa untuk memacu pembangunan dibutuhkan informasi. Percepatan arus informasi itu akan sangat bergantung pada kerja para wartawan lewat radio, TV, koran, dan majalah. 

Perjalanan dan hasil pembangunan itu sendiri perlu disikapi secara kritis. Artinya, segala hal yang baik dan buruk perlu diberitakan. Tujuannya, bila baik agar bisa ditauladani dan bila jelek dapat diambil hikmahnya. 


Al-Qur’an bercerita banyak tentang sejarah bangsa-bangsa yang dimusnahkan Allah karena kedurhakaannya. Kaum Nabi Nuh as, dan kaum Nabi Luth as bisa dijadikan contoh yang tak perlu ditauladani. Kaum ‘Aad dan kaum Tsamud telah mengukir sejarah kedurhakaan umat manusia pada Khaliqnya. 

Semua informasi Al-Qur’an itu adalah untuk diambil hikmahnya. Barangsiapa masih saja melanjutkan perilaku kaum yang telah dimusnahkan oleh Allah itu, sejarah akan berulang. Sebagai wartawan muslim, tanggung jawab moral yang diembannya sangatlah besar. Setiap langkah, setiap tulisan yang akan diluncurkan, hendaknya punya misi amar makruf nahi munkar – dalam pengertian yang seluas-luasnya. 

Inilah yang membedakan antara wartawan sekuler yang menganut asas bebas nilai dengan wartawan muslim yang berasas tidak bebas nilai. Adapun nilai-nilai yang diperjuangkan adalah nilai-nilai islami yang bermuara pada keselamatan, keamanan, dan kesejahteraan alam seisinya.

Kegiatan jurnalistik sebenarnya telah lama dikenal oleh masyarakat. Dari sejarah peradaban manusia, kita mengenal orang Yunani yang telah menggunakan obor sebagai isyarat yang dapat dilihat oleh rekannya dari jarak jauh. Orang-orang Indian menggunakan asap sebagai isyarat. Demikian juga praktik-praktik pengiriman berita dalam bentuk komunikasi yang sederhana itu berkembang menjadi suatu gejala yang mirip dengan kegiatan jurnalis yang kita kenal sekarang.

Untuk memperjelas pengertian kita mengenai jurnalistik, kiranya perlu adanya batasan tertentu (definisi) yang dapat menunjukkan ciri-ciri, dasar-dasar, dan gejala-gejala utama yang dipelajarinya. Agar semua orang yang berkepentingan terhindar dari kekacauan atau kebingungan yang menimbulkan salah tafsir atau pengertian, dibutuhkan suatu definisi tentang jurnalistik yang tepat. Definisi yang tepat dapat dijadikan titik tolak atau pedoman berfikir dalam memahami aspek yang terkait dengan apa yang disebut jurnalistik.

Jurnalisik adalah seni dan keterampilan mencari, mengumpulkan, mengolah, menyusun, dan menyajikan berita tentang peristiwa yang terjadi sehari-hari secara indah, dalam rangka memenuhi segala kebutuhan hati nurani khalayak, sehingga terjadi perubahan sikap, sifat, pendapat, dan perilaku khalayak sesuai dengan kehendak para jurnalisnya.

Untuk menguji kebenaran dan ketepatan definisi tersebut, kita simak pula definisi yang dikemukakan oleh pakar di bidang jurnalistik.

Adinegoro sendiri melalui bukunya, Publisistik dan Djurnalistik (1963:38) membedakan jurnalistik dari publisistik dengan penegasan bahwa jurnalistik adalah kepandaian yang praktis, sedangkan publisistik adalah kepandaian yang ilmiah. Sebagai kepandaian praktis, jurnalistik adalah salah satu obyek disamping obyek-obyek lainnya dari ilmu publisistik, yang mempelajari seluk beluk penyiaran berita-berita dalam keseluruhannya dengan meninjau segala saluran, bukan saja pers, tapi juga radio, televisi, film, teater, rapat-rapat umum, dan segala lapangan. 

Astrid S. Susanto melalui bukunya, komunikasi massa (1986:73) mendefinisikan jurnalistik sebagai kejadian pencatatan dan atau pelaporan serta penyebaran tentang kejadian sehari-hari. Senada dengan itu Onong Uchyana Effendy (1981: 102) menyatakan bahwa jurnalistik merupakan kegiatan pengolahan laporan harian yang menarik minat khalayak, mulai dari peliputan sampai penyebarannya kepada masyarakat. Begitu juga A.W.Widjaja (1986:27) menyebutkan bahwa jurnalistik merupakan suatu kegiatan komunikasi yang dilakukan dengan cara menyiarkan berita ataupun ulasannya mengenai berbagai peristiwa atau kejadian sehari-hari yang aktual dan faktual dalam waktu yang secepat-cepatnya.

Apabila kita simak semua pendapat tersebut secara cermat, tampak ada beberapa kesamaan pengertian secara prinsipial. Semua definisi yang dikemukakannya tidak terlepas dari ciri utamanyayang hakiki bagi jurnalistikyang dimaksudkannya, yaitu keterampilan atau seni menyusun pemberitahuan, penyampaiannya yang menarik perhatian, serta bertujuan mempengaruhi khalayak atau publiknya. Adapun perbedaan-perbedaan dalam menyatakannya tiada lain disebabkan oleh latar belakang pengetahuan dan sudut pandang mereka masing-masing, yang satu sama lain tidak sama.
__________________
1Kustadi Suhandang, Pengantar Jurnalistik Seputar Organisasi, Produk, dan Kode Etik, Nuansa, Bandung, 2010, hal.21.

Sebagai rangkuman dari semua pendapat atau definisi itu kiranya dapat kita pertahankan pengertian yang telah dikemukakan tadi menjadi suatu definisi yang lengkap dan sempurna :
Jurnalistik adalah seni dan/ keterampilan mencari, mengumpulkan, mengolah, menyusun, dan menyajikan berita tentang peristiwa yang terjadi sehari-hari secara indah, dalam rangka memenuhi segala kebutuhan hati nurani khalayaknya. Indah disitu punya arti dapat diminati dan dinikmati sehingga bisa mengubah sikap, sifat, pendapat, dan tingkah laku khalayaknya. 2

b. Sejarah Perkembangan Jurnalistik
Perkembangan jurnalistik dimulai dari perkembangan publisistik sebagai pengetahuan kemasyarakatan dalam bidang pernyataan antar manusia. Namun, gejalanya jauh sebelum itu sudah tampak. Berdasarkan pada sifat manusia yang selalu berusaha menghubungkan diri dan mencari hubungan dengan sesama serta lingkungannya, menunjukkan bahwa karya publisistik itu mempunyai usia yang sama dengan umur manusia itu sendiri. 

Adapun usaha untuk melaksanakan hubungan antar manusia diantaranya adalah saling menyatakan atau menyiarkan dan saling menerima gerak kehendak serta cipta rasanya masing-masing hingga dalam perkembangan peradabannya timbul berbagai macam pengetahuan, seperti ilmu retorika, ilmu tulis menulis, karang mengarang, penerangan, propaganda, reklame dan agitasi, ilmu gerak-gerik atau isyarat manusia, dan seni drama. 

Demikian pula dalam bidang perkakas maupun alat-alat untuk kepentingan usaha tersebut, kita lalu mengenal ilmu-ilmu kejurusan teknik dalam hal telepon, radio, film, dan televisi. Dengan adanya alat-alat yang dipergunakan untuk keperluan usaha manusia dalam hal pernyataannya itu, sebagai akibatnya maka timbul pula ilmu pendapat umum.

Perkembangan serta pertumbuhan ilmu-ilmu pengetahuan tersebut menggambarkan perkembangan dan kemajuan keperluan manusia terhadap hubungan dan pengertian satu sama lainnya, atau terhadap rasa dan kesadaran bermasyarakat. Gairah untuk menyatakan dan/ menyiarkan gerak kehendak serta isi hati nurani kepada sesamanya, serta gairah untuk mengetahui isi hati sesamanya adalah ciri-ciri asasi manusia dalam hidup bermasyarakat.
_________________
2Ibid, hal.23.
Karenanya sejak manusia itu diciptakan, pelaksanaan kedua gairah dimaksud merupakan keperluan hidup manusia yang pokok dalam bermasyarakat. Namun demikian, manusia itu sendiri tidak pernah menyelidiki ataupun menelitinya, sebab kedua gairah tadi berlangsung dengan sendirinya secara otomatis.

Para ahli sejarah menuturkan hasil penyelidikan yang berdasar pada buku perjanjian lama (Genesis 8 ayat 10-12), dikisahkan bahwa sewaktu di dunia ini turun hujan lebat tujuh hari tujuh malam terus menerus, timbullah air bah yang memusnahkan segala makhluk hidup dan semua tanaman sebagai pidana Tuhan sebagai kejahatan dan dosa manusia. Bandingkan dengan Al-Qur’an (Surat Nuh ayat 25 dan Surat Hud ayat 34-35).

Sebelum Allah Swt menurunkan banjir yang sangat hebat kepada kaum yang kafir, maka datanglah malaikat utusan Allah Swt kepada Nabi Nuh agar ia memberitahukan cara membuat kapal sampai selesai. Kapal itu cukup untuk dipergunakan sebagai alat evakuasi oleh Nabi Nuh beserta sanak keluarganya yang shaleh dan segala macam hewan masing-masing satu pasang. Tidak lama kemudian, seusainya Nuh membuat kapal, hujan lebatpun turun berhari-hari tiada hentinya. Demikian pula angin dan badai tiada ketinggalan, menghancurkan segala apa yang ada di dunia ini kecuali kapal Nuh. Dunia pun dengan cepat menjadi lautan yang sangat luas. Saat itu Nuh dengan orang-orang ang beriman serta hewannya itu telah naik kedalam kapal, dan berlayar dengan selamat diatas gelombang lautan banjir yang sangat dahsyat itu.

Hari larut berganti malam, minggu pertama disusul minggu kedua, dan selanjutnya, hingga menjelang hari yang keempatpuluh. Namun air tetap masih menggenang dalam, seakan-akan tidk berubah sejak semula. Sementara itu Nuh beserta isi kapalnya mulai khawatir dan gelisah karena persediaan makanan mulai menipis. Masing-masing penumpang kapal pun mulai bertanya-tanya, apakah air bah itu memang tidak berubah atau bagaimana? Hanya kepastian tentang hal itu saja rupanya yang bisa menentramkan kerisauan hati mereka. Dengan mengetahui situasi dan kondisinya itu mereka mengharapkan dapat memperoleh landasan berpikir untuk melakukan tindak lanjut dalam menghadapi penderitaannya itu, terutama dalam melakukan penghematan yang lebih cermat.

Guna memenuhi keperluan atau keinginan para penumpang kapalnya itu Nuh mengutus seekor burung dara keluar kapal untuk meneliti keadaan air dan kemungkinan adanya makanan. Setelah beberapa lama burung itu terbang mengamati keadaan air, dan kian kemari mencari makanan, tetapi sia-sia belaka. Burung dara itu hanya melihat daun dan ranting pohon zaitunyang tampak muncul ke permukaan air. Ranting itupun dipatuknya dan dibawanya pulang ke kapal. Atas datangnya kembali burung itu dengan membawa ranting zaitun tadi, Nuh dapat mengambil kesimpulan bahwa air bah sudah mulai surut, namun seluruh permukaan bumi masih tertutup air, sehingga burung dara itupun tidak menemukan tempat untuk istirahat. Demikianlah kabar dan berita itu disampaikan kepada seluruh anggota penumpangnya.

Atas dasar fakta tersebut, para ahli sejarah menamakan Nabi Nuh sebagai seorang pencari dan penyiar kabar (wartawan) yang pertama di dunia. Bahkan sejalan dengan teknik-teknik dan caranya mencari serta menyiarkan kabar (warta berita di zaman sekarang dengan lembaga kantor beritanya) itu, mereka menunjukkan bahwa sesungguhnya kantor berita yang pertama di dunia adalah kapal Nuh. 3

Sejak mulai dikenalnya ilmu publisistik tersebut, jurnalistik dan pers berkembang sejalan dengan perkembangannya, publisistik pun sampai sekarang dipelajari di berbagai perguruan tinggi. Demikian pula dalam praktiknya, kini telah banyak penerbitan surat kabar terkenal, baik yang bertaraf nasional maupun internasional. Lembaga-lembaga penyiaran seperti kantor-kantor berita, stasiun-stasiun radio ataupun televisi dan film, yang jauh lebih maju dalam perlengkapan instrumennya, jika dibandingkan dengan keadaan sebelumnya.

Secara luas pers merupakan suatu lembaga kemasyarakatan yang kegiatannya melayani dan mengatur kebutuhan hati nurani manusia selaku makhluk sosial dalam kehidupannya sehari-hari. Dalam organisasinya, pers akan menyangkut segi-segi isi dan akibat dari proses komunikasi yang melibatkannya, baik surat kabar, radio maupun televisi, dalam kegiatannya sebagai media komunikasi massa, ia akan menyajikan isi surat kabar itu sendiri ataupun isi siaran radio dan/ tayangan televisinya kepada khalayak. 

Demikian pula akibat dari penerbitan atau penyiaran tersebut akan tercakup dalam segi-segi kegiatan pers itu. Baik itu berupa berita, artikel, foto, atau musik dan drama, yang diperdengarkan oleh radio atau ditayangkan televisi, ia akan selalu membawa perubahan situasi dan kondisi pada khalayaknya. Perubahan dimaksud pada akhirnya akan membuahkan suatu opini publik yang secara langsung atau tidak berpengaruh pada tatanan kehidupan khalayaknya. Apapun yang terjadi, sudah tentu menjadi tugas dan kewajiban pers lagi untuk menyiarkan kembali kepada khalayak.

_________________
3Ibid, hal.26
Dari kenyataan itu jelas tampak adanya hubungan yang tak dapat dipisahkan. Secara sempit, pers merupakan suatu wadah penyajian karya jurnalistik yang berupa informasi, hiburan ataupun keterangan dan penerangan. 

Sedangkan jurnalistiknya sendiri merupakan kejuruan atau keahlian dalam mewujudkan informasi, hiburan, keterangan atau penerangan itu dalam bentuk berita, tajuk, kritik, ulasan, ataupun artikel-artikel lainnya. Secara luas pers dan jurnalistik merupakan suatu kesatuan (intitusi) yang bergerak dalam bidang penyiaran informasi, hiburan, keterangan, dan penerangan tadi dengan maksud untuk memenuhi kebutuhan hati nurani manusia sebagai makhluk sosial dalam kehidupannya sehari-hari. 

Kesatuan dimaksud merupakan unit kerja dari seluruh komponen yang bersangkutan dalam bidang penyiaran tadi. Jadi, merupakan suatu organisasi penyiaran yang meliputi unsur-unsur manusia, biaya, bahan-bahan, logistik atau mesin-mesin, metode kerja, dan pemasaran hasil karyanya. Bahkan lebih luas lagi menyangkut segi akibat dari hasil karya organisasi tersebut yang timbul dalam masyarakat sebagai opini publik dengan segala bentuknya.

Sejauh ini, siapapun bisa menjadi wartawan. Tidak ada pendidikan minimal, meski belakangan banyak media yang mensyaratkan minimal berijazah strata 1 bagi mereka yang ingin bekerja sebagai wartawan. 

Pada kenyataannya, kecakapan seorang wartawan tidak berbanding lurus dengan ijazah sekolah yang dimilikinya. Bukan jaminan semakin banyak gelar yang dimiliki, semakin tajam pengindraannya. Sebaliknya, banyak wartawan tanpa gelar akademik yang mampu membangun reputasi puncak.

Sekali lagi, bukan gelar akademik yang tinggi yang dibutuhkan untuk menjadi wartawan, melainkan luasnya pengetahuan. Bidang keahlian apapun bisa mengantar kita menjadi wartawan profesional. Sebab wartawan adalah profesi belajar. Seorang wartawan harus membuka diri terhadap pengetahuan-pengetahuan baru di depannya. Wartawan tidak boleh merasa diri sudah mengetahui segalanya. Bahkan, jika wartawan itu bergelar doktor pertanian sekalipun, ia tidak boleh menganggap diri menguasai segala persoalan tentang pertanian. Yang dibutuhkan adalah pengetahuan dasar tentang kehidupan, tentang keseharian, tentang pengetahuan umum yang beredar di masyarakat.

Pengetahuan yang sudah dimiliki saja tidak cukup. Wartawan dituntut bersikap terbuka bahwa pengetahuan yang sudah dimilikinya berkembang. Oleh karena itu, wartawan wajib menyediakan diri untuk senantiasa belajar. Harus ada kemauan untuk meng-up grade pengetahuan. Bertanya adalah salah satu cara untuk itu.

Profesi ini unik. Tidak ada sekolah jurnalistik yang langsung bisa menghasilkan warawan profesional. Sekolah yang paling mujarab sejatinya adalah pengalaman lapangan. Seperti halnya perenang, kemampuan mengarungi lautandibentuk dengan penyeberangan kecil-kecil pada kolam, sungai, danau, dan selat. Juga seperti pembalap sepeda, keberhasilan menaklukkan gunung terjal diawali dengan penuntasan lintasan datar, lembah, hingga perbukitan.

Demikian juga dengan wartawan, keterampilan dalam wawancara, reportase, penulisan, pembahasan dan lainnya diasah setiap saat. Disinilah warawan dituntut untuk selalu mengasah kemampuannya dalam menjalankan tugas jurnalistik. Semakin hari ia harus semakin tajam dalam mengupas persoalan. Wartawan harus semakin terampil dalam menyajikan informasi. 4

Jurnalisme dakwah adalah jurnalis yang bergerak dibidang informasi dan teknonologi dalam kegiatasn penerbitan tulisan yang mengabdikan diri kepada nilai agama Islam. Wartawan sebagai sosok juru dakwah di bidang pers yakni mengembangkan dakwah bil qolam. Ia menjadi kholifah Allah di dunia media massa dengan memperjuangkan tegaknya nilai-nilai norma, etika dan syariat islam. Sedangkan jurnalistik dakwah masih belum banyak diminati baik di kalangan pes maupun mereka yang menekuni bidang informasi. Para jurnalis muda juga tidak tertarik dengan bidang jurnalistik dakwah ini.

Di kalangan masyarakat pers bidang jurnalistik dakwah memang belum populer. Media-media yang muncul di era informasi ini lebih tertarik dengan bidang politik dan hiburan yang berorientasi pada komersial. Para jurnalis muda terutama yang bekerja di televisi swasta lebih suka dengan bidang jurnalistik infotaimen ketimbang jurnalistik dakwah. Namun dalam tiga tahun terakhir ini muncul beberapa penerbitan seperti tabloid, majalah dan buletin yang bernuansa islami.


_______________
4AA Kunto A, Cara Gampang Jadi Wartawan, Indonesia Cerdas, Yogyakarta, 2006, hal. 64.

Sehingga para wartawan atau penulis yang bergabung dengan media-media tersebut harus menekuni bidang jurnalistik dakwah.

Cara memperoleh berita juga sama dengan cara yang dilakukan oleh seorang wartawan yang bertanggung jawab dan profesional. Bedanya, seorang yang memilih profesi di bidang jurnalistik dakwah harus memahami agama Islam. Paling tidak ia harus memiliki buku-buku referensi tentang Islam. Para wartawan yang disebut juga sebagai penyambung lidah masyarakat dituntut untuk memiliki sifat-sifat kenabian yakni shidiq, amanah, tabligh, fathonah. Setidaknya ada lima peran media dakwah, baik di lingkungan kampus maupun nonkampus atau keduanya:


Sebagai Pendidik (Muaddib), yaitu melaksanakan fungsi edukasi yang Islami
Sebagai Pelurus Informasi (Musaddid). Setidaknya ada tiga hal yang harus diluruskan oleh para jurnalis Muslim. Pertama, informasi tentang ajaran dan umat Islam. Kedua, informasi tentang karya-karya atau prestasi umat Islam. Ketiga, lebih dari itu jurnalis Muslim dituntut mampu menggali –melakukan investigative reporting– tentang kondisi umat Islam di berbagai penjuru dunia
Sebagai Pembaharu (Mujaddid), yakni penyebar paham pembaharuan akan pemahaman dan pengamalan ajaran Islam (reformisme Islam) Sebagai Pemersatu (Muwahid), yaitu harus mampu menjadi jembatan yang mempersatukan umat Islam Sebagai Pejuang (Mujahid), yaitu pejuang-pembela Islam.

Sebuah berita hendaknya tak kita telan mentah-mentah. Sebuah berita baru bisa disebut “berita” jika cara memberitakannya berimbang. Konsep keberimbangan itulah yang dalam ajaran islam setidaknya akan mengurangi kita terjebak pada informasi-informasi bohong bahkan fitnah, yang akibatnya sangat menyakitkan.

Bagaimana dengan pers islam di Indonesia? Tatkala menengok penerbitan yang mengatasnamakan Islam, kita jadi prihatin dibuatnya. Ketidakberimbangan dalam menurunkan berita, dan sikap emosional yang mengundang amarah, tak jarang mewarnainya. Kecenderungan bahwa Islam yang dianutnya adalah yang “terbenar” adalah stempel paten media massa yang dikelola oleh Ormas Islam.

Pengelola pers Islam terkadang tak bisa membedakan antara hasil liputan dengan artikel atau esai. Tak jarang, pemasangan gambar tanpa mencantumkan perawinya. Ini masalah elementer yang merupakan prasarat dasar dari ilmu jurnalistik.

Persoalan akhirnya terpulang pada: adakah media massa Islam yang dikelola secara profesional? Kelemahan media massa Islam selama ini setidaknya ada dua, yaitu : ketidakmampuan di bidang redaksi dan dana. Dua hal ini sangat terkait. Bila tidak bisa “mengaji” wartawan secara baik, tentu akan mendapatkan sumber daya yang miskin pemahaman kejurnalistikannya atau hanya mereka yang miskin “pemahaman” jurnalistiknya sajalah yang nilai jualnya rendah dan mau dibayar murah.

Umat Islam sudah saatnya bangkit mengisi era globaliasi informasi. Informasi Islam adalah informasi yang membuat penghuni jagad mendapat rahmad, bukan laknat. Karena konsep Islam adalah universal, maka konsep rahmad mesti kita raih secepatnya.

Adalah kisah yang menyedihkan tatkala kita memberitakan perang Teluk, sumber utama informasi kita dipasok oleh kantor berita Barat. Akibatnya, berita cenderung membias dan tak seimbang. Untuk mengimbangi pers barat, tentu pilihan yang terbaik adalah kita mesti punya asosiasi informasi Islam dunia. Langkah kearah sana sudah pernah ada. Tahun 1980 di Jakarta, diselenggarakan Muktamar Media Massa Islam ke-1, yang dihadiri oleh wakil-wakil media massa Islam seluruh dunia. Muktamar yang dibuka oleh presiden Suharto itu, melahirkan berbagai deklarasi dan keputusan penting antara lain direkomendasi adanya pusat informasi Islam. Namun realisasinya tak kunjung muncul. Muktamar sendiri kini hanya menjadi kenangan belaka.

Tapi persoalan pokok media massa Islam tentu terpulang pada masing-masing pengelolanya. Mampukah kita memacu kreativitas dan profesionalisme dalam rangka berpacu dengan informai yang serba simpang siur? Bila kita tak mampu menandingi mereka, rasanya kebangkitan Islam di abad 15 hijriah ini tinggalah angan-angan belaka. Kita memang tertinggal jauh, namun janganlah kita bangkit dengan ‘ketidakmampuan’.

Ir. Zaim Uchrowi, mantan wartawan MBM Tempo dan Ketua Sidang Redaksi Harian Berita Buana, mempertanyakan dalam Seminar Nasional Pers Islam yang diselenggarakan oleh Unit Kegiatan Kerohanian Islam (UKKI) Unair, Surabaya, pada 15 September 1991. Bagi zaim, secara garis besar pers Islam terpecah menjadi dua pandangan. Pandangan pertama adalah pers yang menyatakan dirinya Islam dan menggunakan atribut-atribut formal Islam. “Soal apakah isi keredaksian maupun manajemen tidak menjalankan prinsip-prinsip Islam, adaah soal lain,” katanya. Kedua, berpandangan bahwa yang terpenting adalah berkembangnya nilai-nilai Islam, bukan berkibarnya bendera. Pandangan kedua ini menganggap bahwa Islam adalah universal. Artinya, nilai-nilai Islam pasti membawa kebaikan bila dilaksanakan dalam kehidupan oleh siapapun, walaupun oleh mereka yang non muslim. Maka prinsip-prinsip keadilan, kejujuran, kebenaran menjadi landasan utamanya.

Persoalannya kini adalah, bagaimana kita bisa menggabungkan kedua titik ekstrim tersebut. Yakni pers yang berani menyatakan dirinya Islam, sekaligus menegakkan nilai-nilai Islam secara universal dalam peliputan, penulisan, maupun sistem manajemennya. Pandangan Zaim dalam kenyataan memang ada benarnya.

Lepas dari ada tidaknya –secara esensi- pers Islam Indonesia, kita bisa membahas beberapa hal tentang unsur-unsur pers Islam itu sendiri. Pers Islam terdiri dari unsur produksi (redaksional, fotografi, setting, dan cetak), pemasaran, dan manajemen. Bila kita berpijak pada Islam sebagai ad-dien yang membuahkan rahmad bagi alam semesta, maka semua Informasi (masuk dalam unsur produksi) yang disebarkannya adalah dalam rangka amar makruf nahi munkar. Oleh karena itulah, maka sikap keterbukaan yang jujur adalah salah satu cirinya. Untuk menjadi penyebar informasi, dibutuhkan beberapa persyaratan. 5

Bila konsep telah dipegang, maka penulisan berita secara sepihak tak akan terjadi. Penyuapan pada sahafi (baca: wartawan) bisa ditepis. Untuk menuju kearah ini memang membutuhkan dana, waktu dan tenaga lebih. Namun itulah cara Islami yang orang lain mengatakan dengan cara yang manusiawi. Media laku karena mutunya, bukan orang membeli secara kasihan. Berdagang secara Islam perlu diterapkan secara konsekuen. Jika ada persaingan, maka semuanya bermuara pada fastabiqul khairat.

Manajemen yang diterapkan pun hendaknya sesuai dengan prinsip-prinsip Islami. Contohnya, berikan gaji pegawai tepat pada waktunya. Gaji bawahan dan atasan jangan terpaut sangat mencolok. Kepangkatan hendaknya memperhatikan asas prestasi.bagi yang berprestasi berikan hadiah atau bonus. Bagi yang tak berprestasi diberi sanksi yang adil. Bila ini dilaksanakan tak akan terjadi ketimpangan. Kenyataan di lapangan memang masih memprihatinkan. Pimpinan media cetak pergi antar kota dengan naik pesawat udara. Sementara karyawannya ketika reporting selalu kesulitan dana, gaji terlambat, atau honor penyumbang artikel tak kunjung turun bila tidak ditagih berulang-ulang.
__________________
5Herry Mohammad, Jurnalisme Islami Tanggung Jawab Moral Wartawan Muslim, Pustaka Progressif, Surabaya, 1992, hal. 54.

Sebagai bahan kajian dan untuk didiskusikan, butir-butir berikut dapat dijadikan acuan. Pertama, adalah sebuah media elektronik maupun cetak yang dikelola atas nama umat Islam baik secara perorangan maupun lembaga. Kedua, membawa misi amar makruf nahi munkar. Ketiga, tujuan jangka panjangnya berupa rahmad bagi alam semesta. Keempat, dikelola dengan semangat profesionalisme yang tinggi. Kelima, para sahafi-nya memenuhi tiga syarat layaknya seorang rawi. Keenam, manajemen yang diterapkan adalah manajemen Islami, para pengelolanya mendapat imbalan yang layak sesuai dengan keahliannya.

Pekerjaan pertama adalah mengumpulkan semua fakta yang diperoleh. Catatan perjalanan dibuka. Hasil wawancara ditranskrip. Hasil jepretan dipelototi. Lalu dipilih dan dipilah, singkirkan yang tidak penting.

Cari sudut atau sisi yang paling menarik. Pikiran informasi apa yang dibutuhkan oleh pembaca. Cari keunikan dan celah yang kemungkinan besar tidak diangkat media lain. Sebab dalam persaingan media yang begitu ketat, pemilihan angle yang baik menentukan posisi dihadapan pembaca.

Jika sudah ditemukan angle-nya, susun skema tulisan. Urutkan dari yang paling penting ke yang paling tidak penting. Pakai susunan piramida terbalik. Semakin kebawah semakin tidak penting. Tujuannya supaya mempermudah pemotongan jika ternyata halaman yang disediakan kurang. Skema ini berlaku untuk penulisan features. Alurnya ditentukan sendiri dengan gaya seperti cerita fiksi, ada klimaks yang disebar misalnya.

Menulis adalah memikat. Oleh karena itu, cara memikat pertama adalah dengan memoles wajah. Jika sudah terpikat oleh wajah, tinggal membawa embaca ke tubuh bagian lain.

Dalam tulisan, yang dinamakan wajah adalah lead atau kepala berita. Lead adalah serangkaian kalimat di awal tulisan. Bisa berupa ringkasan, bisa sebagai pemantik, bisa sebagai pertanyaan. Pemilihan lead yang tepat menentukan keputusan pembaca untuk melanjutkan penjelajahannya atau tidak. Beragam lead bisa dipilih, dari kutipan pepatah kuno, pantun, pertanyaan, analogi, guyonan, sengatan, dan masih banyak lagi. Lead harus tegas dan memikat.

Tergantung dari bagaimana wartawan mau melibatkan pembaca dalam topik yang dibicarakan. Diluar aspek kognitif, aspek emosional adalah kunci memikat pembaca.

Pemilihan bahasa juga sangat menentukan keberhasilan tulisan. Hal ini brgantung pada topik yang hendak di ulas, ringan atau berat dan juga bergantung pada audiens yang dituju.

Supaya laporan wartawan tidak kering dan mengawang-awang, ia sebaiknya memasukkan ilustrasi dan contoh konkrit ke dalam laporannya yang dapat membantu pembaca untuk lebih memahami tulisan atau gambar yang disajikan.

Jangan terlalu tegang. Pesan serius tidak harus disampaikan dengan intonasi yang tinggi. Selipkan guyonan, supaya pembaca bergembira saat membaca.

Jika perlu, cantumkan juga foto untuk memperjelas setting suatu kejadian. Satu foto kadang bisa menggantikan seribu kata. Foto juga harus menarik, baik secara teknik maupun angle.

Hindarkan pembaca dari rasa penasaran yang tidak perlu akibat laporan yang tidak tuntas. Kendati liputan kita sepele, namun pembaca membutuhkan kejelasan akhir dari peristiwa tersebut. Tuntas berarti juga ikut merawat ingatan pembaca. Sebab, pembaca tidak dipaksa untuk beralih ke topik yang baru dengan meninggalkan rasa penasaran pada laporan sebelumnya.

Judul harus singkat, lugas, jelas, dan menarik. Judul bisa merupakan simpulan dari isi maupun merupakan pancingan bagi pembaca agar penasaran dengan isinya. Judul tidak boleh menipu. Judul yang menarik sangat menentukan keputusan seseorang untuk membaca laporan tersebut atau tidak.

Sekali lagi, kredibilitas wartawan terletak pada akurasi pemberitaannya. Akurasi tidak daang dengan sendirinya, harus dilatih. Langkah awal latihan adalah membiasakan untuk teliti. Oleh kerena itu, setelah tulisan selesai, wartawan wajib membaca kembali laporannya untuk memastikan bahwa semuanya sempurna. 6

Ketika mendengar adik perempuannya membaca ayat-ayat suci Al-Qur’an, Umar Ibnu Khatab marah. Ia lalu merampas Al-Qur’an dari tangan adiknya, Fatimah binti Khatab. Tapi ketika dia sendiri membacanya, hatinya bergetar. Tergeraklah ia untuk membaca ayat demi ayat. Keasyikan membaca Al-Quran sekaligus mendalami maknanya, membuat Umar yang beringas dan kejam itu luluh hatinya. Akhirnya dengan kesadaran yang penuh, ia menemui nabi Muhammad Saw dan mengucapkan kalimat syahadat.

Bahasa Al-Qur’an itu indah, enak dibaca, dan bermutu. Itulah yang membuat orang-orang Arab musyrik tertarik pada Islam. Karena itu pers Islam hendaknya memiliki bahasa yang komunikatif-dialogis, artinya memiliki bahasa yang mampu mengugah perasaan dan menghindari istilah-istilah yang sulit dicerna oleh pembaca. Tanpa bahasa yang komunikatif-dialogis, maka pers Islam akan tetap sulit meraih pembaca.

Editor bertangungjawab agar bahasa yang dipakai bisa dibaca dengan jelas. Editing yang baik akan membantu sekaligus memperjelas arah sebuah tulisan. Tapi justru disinilah letak kesulitannya. Editing bisa dianggap gagal bila ia malah membingungkan para pembacanya. Bahkan malah mengandung pengertian yang kontradiktif, tak seperti yang dimaksud oleh penulisnya. Bila editingnya bagus, maka tulisan tersebut bisa dinikmati dengan jelas.

Menurut Dr. Warren K Agee, guru besar jurnalistik dari The University of Georgia, US, seorang editor memiliki beberapa kewajiban antara lain :

- Memeriksa kesalahan fakta dan membetulkannya.
- Menjaga agar tak terjadi kontradiksi pengertian dalam tulisan tersebut.
- Memperbaiki tanda baca, tata bahasa, ejaan, figur, nama dan alamat.
- Mencegah adanya pemborosan kata.
- Menghindari kata-kata atau kalimat yang mengarah ke fitnah, bersayap, dan berselera rendahan.
- Memberi atau memperbaiki judul dan lead. 7
_______________
6AA Kunto A, Op.cit., hal. 160.
7Herry Mohammad, Loc.Cit., hal. 45.

Untuk membantu pekerjaan tersebut, seorang editor perlu memiliki kamus, ensiklopedi, buku tata bahasa, atlas, nama-nama tokoh nasional dan dunia, nama-nama kota, dan nama-nama mata uang asing. Sejauh ini belun banyak buku yang menulis tentang teknik editing secara lengkap. Dalam bahasa Inggris, buku yang bisa dijadikan rujukan secara lengkap adalah Editing in Brief, karya Gene Gilmore dan Robert Root. Buu ini menjelaskan tentang apa, bagaimana, dan untuk apa editing itu. Buku dengan tebal 233 halaman itu dilengkapi dengan contoh-contoh editing yang baik dan benar.

Tugas seorang editor tidaklah ringan. Karena itu, disamping penguasaan tentang bahasa, wawasannya harus luas. Wawasan bukan hanya pengetahun umumnya saja, tapi juga penguasaan tentang cara kerja seorang wartawan di lapangan. Itulah sebabnya, sebaiknya seorang editor adalah mereka yang pernah menjadi wartawan. Hal ini sangat membantu agar mereka memahami suasana waktu melakukan editing.

Bagi media-media yang serius, editor sangat dibutuhkan. Dengan adanya editor, diharapkan media yang bersangkutan punya gaya tersendiri. Gaya inilah yang menjadi ciri khas suatu media. Fanatik tidaknya seseorang terhadap suatu media amat ditentukan oleh hasil editing para editornya. Editing yang bagus akan memudahkan orang untuk percaya pada data dan fakta yang disajikan. Bila gaya tulisan sudah menjadi trade mark suatu media, maka akan berfungsi sebagai perekat. Pembaca akan sulit untuk meninggalkan media tersebut.

Jurnalisme memberi banyak manfaat dan menjalankan fungsi-fungsi penting dalam masyarakat demokratis. Manfaatnya adalah :
· Jurnalisme memberi informasi publik tentang fakta dan kejadian yang penting bagi mereka.

· Jurnalisme menjamin kebebasan aliran informasi yang penting bagi kelahiran dan kelangsungan demokrasi.

· Jurnalisme menyediakan forum untuk pandangan yang beragam.

· Jurnalisme berfungsi sebagai pengawas pemerintah dan institusi lain untuk memberi tahu publik jika ada tanda-tanda tindakan yang salah.

· Jurnalisme mendukung perubahan demi kepentingan publik.

· Jurnalisme mencari kebenaran dengan komitmen yang tegas.

Untuk memenuhi tanggung jawab dan menjalankan misinya, jurnalisme membutuhkan kode etik untuk keperluan evaluasi diri dan agar mendapat kepercayaan publik terhadap karya-karya jurnalis. Kode etik hanya akan efektif jika jurnalis koran atau medium lainnya mengetahui dan menggunakan kode etik tersebut. Setiap jurnalis mempertaruhkan kredibilitasnya dalam publikasi publik.

Untuk memenuhi tuntutan pekerjaan dan menegakkan standar masyarakat, dan jurnalisme yang telah ditetapkan bagi profesi ini, tujuan penting yang hendak dicapai adalah :

· Jurnalis dapat dipercaya akurat, jujur dan independen, dan memenuhi janji.

· Jurnalis menghormati dan sensitif terhadap standar dan selera komunikasi.

· Seorang jurnalis memiliki penghargaan yang tinggi kepada privasi personal.

· Jurnalis memperlakukan orang dengan sopan dan tata krama.

· Jurnalis bersikap adil dan tak memihak.

· Jurnalis memerhatikan kelengkapan dan konteks dari fakta, dan opini yang dipakai dalam berita.

· Jurnalis mau mengakui dan mengoreksi kesalahan.

· Jurnalis mendengarkan pertanyaan dan keluhan dari publik.

· Jurnalis berusaha memberikan yang terbaik dalam setiap aspek pekerjaannya.

· Jurnalis mempertimbangkan kepentingan publik daam menentukan keputusan.

Jika jurnalis mengikuti pedoman tersebut, maka standar etika yang tinggi aan ditegakkan dan kredibilitas karyanya tidak akan diragukan.

Selama tahap penulisan, etika berperan saat reporter mengubah rekaman, catatan, dan draf menjadi tulisan berita yang siap dipublikasikan. Reporter menulis sebuah teras berita yang tidak mendistorsi setiap informasi atau berita yang menipu. Jika digunakan teras berita dan metode pengembangan berita, reporter tidak boleh menambah-nambahi fakta hanya untuk membuat berita yang menarik. Jika ingin menggunakan bentuk piramida terbalik, reporter harus mempertimbangkan urutan penyajian fakta, dari yang paling penting ke yang kurang penting menurut apa-apa yang perlu diketahui pembaca. Terlalu menekankan pada salah satu dari apa, siapa, di mana, kapan, mengapa, dan bagaimana akan mendistorsi fakta.

Semua fakta dan statistik dan ejaan nama perlu diverifikasi. Tujuannya adalah memastikan akurasi. Informasi yang salah dan kekeliruan ejaan, khususnya nama orang atau nama lainnya, akan berpengaruh negatif terhadap kredibilitas publikasi. Kutipan langsung dan tak langsung juga harus dicek keakuratannya. Apakah kutipannya bisa dipakai dalam konteks yang sebenarnya? Reporter harus menyajikan kata-kata dari orang yang dikutip dengan akurat.

Reporter harus mempertimbangkan berbagai sudut pandang berbeda yang ditemuinya dalam pencarian fakta dan memasukkannya ke dalam berita. Jika pandangan yang berbeda itu tidak layak diberitakan-mungkin karena sudah kuno, salah atau ngawur-maka mungkin pandangan itu tak perlu dimasukkan ke dalam berita. Reporter editor harus menyeimbangkan isi berita.

Pada tahap editing atau penyuntingan, jika ada beberapa pertanyaan yang mungkin dianggap pembaca tidak fair karena kurangnya keseimbangan atau fakta, maka reporter mungkin perlu membuka kembali temuan fakta dan mewawancarai lagi satu atau dua orang. Ini terutama penting jika topiknya kontroversial. Reporter mungkin tidak menyadari perlunya merevisi sebuah berita sampai ia ditulis dan diberikan ke orang lain untuk diedit.

Terakhir dan yang terpenting, reporter memeriksa siapa-siapa yang akan dipengaruhi oleh publikasi berita itu. Apakah akan ada yang terganggu atau terbantu oleh berita itu? Jika ada yang merasa terganggu atau dirugikan, dapatkah reporter membela diri bahwa gangguan itu adalah dapat dibenarkan? Apakah manfaatnya lebih besar ketimbang mudharatnya? Terkadang reporter perlu menempatkan diri di tempat orang yang mungkin akan dirugikan oleh berita. Untuk memecahkan persoalan seperti apakah publikasi itu dapat dijustifikasi atau tidak.

Reporter juga menyadari bahwa kadang-kadang melekukan hal benar tidak selalu menyenangkan semua orang dan mungkin ada yang dirugikan. Akibat dari analisis prapublikasi ini, mungkin akan menyebabkan berita diubah untuk memaksimalkan efek baik dan meminimalkan efek buruknya.

Hanya sedikit atlet sekolah yang kemudian bermain ditingkat profesional. Hanya sedikit anggota band sekolah yang kelak tampil di acara bergengsi. Tetapi jurnalis siswa dan mahasiswa bukan hanya dapat memperoleh pendapatan dari kerja mereka di sekolah dan universitas, tetapi juga di berbagai bidang karir pasca sekolah.

Jurnalis sekolah mempelajari keahlian yang bisa dipakai di kehidupan masa dewasa, dan juga mengembangkan kemampuan berpikir kritis, logis dan keahlian berorganisasi dan melakukan wawancara. Menurut sebuah riset pada tahun 1994 yang bertajuk Journalism Kids Do Better, penulis Jack Dvorak, Larry Lain, dan Tom Dickson menemukan bukti bahwa keterampilan jurnalis amat bermanfaat bagi siswa. Diantara temuan study itu, anak-anak jurnalisme lebih unggul di 10 sampai 12 bidang akademis, anak-anak jurnalisme lebih menghargai jurnalisme sekolah ketimbang pelajaran bahasa dan terakhir anak-anak jurnalisme adalah “pelaku aktif” di sekolah. Mereka lebih terlibat mendalam di berbagai aktivitas sekolah dan masyarakat.

Siswa yang menjadi editor dan manajer publikasi akan mengembangkan kepemimpinan yang penting dan keahlian jelas akan banyak membantu di kehidupan dewasa mereka nantinya. Publikasi sekolah menengah atas memberikan rasa percaya diri kepada individu yang bekerja di dalamnya sebab mereka dihargai oleh sebagian besar di dalam maupun diluar sekolah. Dengan perkembangan publikasi online,audiensinya juga terus bertambah. Jurnalis siswa dapat memperoleh penghargaan atas karya mereka dan bahkan bisa memperoleh beasiswa masuk universitas. Setelah di universitas, mereka dapat menggunakan pengalaman kerjanya itu untuk mendapatkan posisi yang lebih baik di dalam jurnalisme kampus.

Keahlian yang dipelajari di publikasi ini akan berguna juga untuk hal lain. Keahlian dekstop publishing akan membantu siswa menghasilkan presentasi yang lebih bagus untuk tugas-tugas akademiknya. Keterampilan fotografi akan meningkatkan kualitas hasil pemotretan. Keterampilan advertising membuat siswa memiliki keahlian persuasi dan marketing. Penulis akan mampu meriset, menulis artikel yang baik dan bisa dengan cepat menyusun pemikiran.

Bagian berita remaja sering memberi kesempatan kepada siswa utuk mengirim berita dan foto yang menarik. Koran bahkan mungkin mengirim reporter dan fotografer siswa untuk meliput kejadian profesional, memberi kesempatan kepada mereka menulis berita dan menggunakan foto di rubrik remaja. Keuntungan lain bekerja di publikasi komunitas adalah siswa bisa berinteraksi dengan kalangan profesional. Siswa bukan hanya akan meningkat keterampilan jurnalismenya, tetapi juga berkesempatan bertanya tentang karier di media dan mencari jalur ke dunia profesional ini untuk mendapatkan pekerjaan di bidang media.

Koran kecil atau menengah sering memperkerjakan siswa sebagai “stringers”, terutama untuk bagian olahraga. Stringers adalah penulis atau fotografer yang secara periodik memberi kontribusi berita atau foto kepada publikasi. Bekerja seperti ini akan membuka kesempatan begi siswa untuk memperoleh kerja magang di koran atau mengisi waktu liburan.







.