Wapcyber4rt™ — Pada tahun 1255, sebelum penelitian modern mampu menjelaskan beberapa proses terjadinya gempa bumi, sebuah gempa besar terjadi di Himalaya dan menewaskan raja Nepal. Sebuah penelitian terbaru menyatakan, gempa itu menyebabkan retakan di tanah.
Temuan ini mengungkapkan bahwa peneliti mungkin suatu hari nanti akan menemukan lebih banyak bukti dari gempa yang terjadi di Himalaya, serta menjelaskan risiko yang ditimbulkan bencana ini untuk salah satu zona paling padat penduduk di dunia, yang rawan terjadi gempa.
Himalaya, yang merupakan lokasi puncak gunung tertinggi di dunia, adalah hasil dari lempeng tektonik anak benua India bertemu dengan lempeng pembentuk wilayah Asia lainnya. Karena lempeng-lempeng tersebut terus bertabrakan satu sama lain, aktivitas ini membentuk ulang wajah planet Bumi, dan hasilnya terjadilah gempa bumi.
Gempa bumi besar telah mengguncang wilayah tersebut pada tahun 1897, 1905, 1934 dan 1950 dan memiliki magnitudo antara 7,8 s/d 8,9. Anehnya, tidak satu pun gempa yang diketahui menghancurkan permukaan Bumi. Tanpa bukti gempa masa lalu yang terlihat di permukaan, sulit untuk mengetahui kapan tepatnya gempa terjadi atau seberapa kuat gempa tersebut, yang membatasi peneliti untuk mengatakan bahaya yang mungkin akan dihadapi penduduk di daerah tersebut di masa depan.
Sekarang para ilmuwan telah menemukan bukti bukan hanya satu tapi dua gempa besar Himalaya yang menghancurkan permukaan bumi.
Untuk menemukan retakan permukaan bumi ini, para ilmuwan melihat foto udara lama daerah itu dan mengunjungi daerah-daerah yang dicurigai pernah mengalami gempa dalam empat kali kunjungan lapangan dalam satu bulan. Para peneliti menemukan endapan sungai di Nepal yang telah bergeser akibat pergerakan di sepanjang patahan seismik utama di bumi yang saat ini menandai batas antara lempeng tektonik India dan Asia.
Menggunakan penanggalan radiokarbon, para peneliti menemukan pergeseran ini tampaknya disebabkan oleh gempa bumi besar pada 1255 dan 1934, yang menunjukkan bahwa kedua gempa menimbulkan retakan pada permukaan bumi.
Ketika terjadi gempa pada 1255, catatan sejarah menyebutkan bahwa banyak rumah dan kuil-kuil di Nepal runtuh dan sepertiga penduduk Lembah Kathmandu tewas. "Raja yang berkuasa, Abhaya Malla, juga tewas akibat gempa yang sama," menurut peneliti Laurent Bollinger, seorang ahli seismotektonik di Commissariat on Atomic Energy, Prancis, kepada OurAmazingPlanet.
Temuan tersebut menunjukkan bahwa gempa besar terjadi lagi di daerah tersebut setiap beberapa abad.
"Para peneliti saat ini akan lebih mampu menilai risiko gempa di daerah tersebut," tutur Bollinger. Penelitian risiko gempa untuk ke depannya akan menggunakan temuan ini dan setiap temuan baru di masa depan, yang dapat mengungkapkan apakah risiko gempa di Himalaya lebih baik atau lebih buruk dari yang diperkirakan sebelumnya, imbuhnya.
Bollinger dan rekan-rekannya merinci temuan mereka secara online pada 16 Desember dalam jurnal “Nature Geoscience”.
Temuan ini mengungkapkan bahwa peneliti mungkin suatu hari nanti akan menemukan lebih banyak bukti dari gempa yang terjadi di Himalaya, serta menjelaskan risiko yang ditimbulkan bencana ini untuk salah satu zona paling padat penduduk di dunia, yang rawan terjadi gempa.
Himalaya, yang merupakan lokasi puncak gunung tertinggi di dunia, adalah hasil dari lempeng tektonik anak benua India bertemu dengan lempeng pembentuk wilayah Asia lainnya. Karena lempeng-lempeng tersebut terus bertabrakan satu sama lain, aktivitas ini membentuk ulang wajah planet Bumi, dan hasilnya terjadilah gempa bumi.
Gempa bumi besar telah mengguncang wilayah tersebut pada tahun 1897, 1905, 1934 dan 1950 dan memiliki magnitudo antara 7,8 s/d 8,9. Anehnya, tidak satu pun gempa yang diketahui menghancurkan permukaan Bumi. Tanpa bukti gempa masa lalu yang terlihat di permukaan, sulit untuk mengetahui kapan tepatnya gempa terjadi atau seberapa kuat gempa tersebut, yang membatasi peneliti untuk mengatakan bahaya yang mungkin akan dihadapi penduduk di daerah tersebut di masa depan.
Sekarang para ilmuwan telah menemukan bukti bukan hanya satu tapi dua gempa besar Himalaya yang menghancurkan permukaan bumi.
Untuk menemukan retakan permukaan bumi ini, para ilmuwan melihat foto udara lama daerah itu dan mengunjungi daerah-daerah yang dicurigai pernah mengalami gempa dalam empat kali kunjungan lapangan dalam satu bulan. Para peneliti menemukan endapan sungai di Nepal yang telah bergeser akibat pergerakan di sepanjang patahan seismik utama di bumi yang saat ini menandai batas antara lempeng tektonik India dan Asia.
Menggunakan penanggalan radiokarbon, para peneliti menemukan pergeseran ini tampaknya disebabkan oleh gempa bumi besar pada 1255 dan 1934, yang menunjukkan bahwa kedua gempa menimbulkan retakan pada permukaan bumi.
Ketika terjadi gempa pada 1255, catatan sejarah menyebutkan bahwa banyak rumah dan kuil-kuil di Nepal runtuh dan sepertiga penduduk Lembah Kathmandu tewas. "Raja yang berkuasa, Abhaya Malla, juga tewas akibat gempa yang sama," menurut peneliti Laurent Bollinger, seorang ahli seismotektonik di Commissariat on Atomic Energy, Prancis, kepada OurAmazingPlanet.
Temuan tersebut menunjukkan bahwa gempa besar terjadi lagi di daerah tersebut setiap beberapa abad.
"Para peneliti saat ini akan lebih mampu menilai risiko gempa di daerah tersebut," tutur Bollinger. Penelitian risiko gempa untuk ke depannya akan menggunakan temuan ini dan setiap temuan baru di masa depan, yang dapat mengungkapkan apakah risiko gempa di Himalaya lebih baik atau lebih buruk dari yang diperkirakan sebelumnya, imbuhnya.
Bollinger dan rekan-rekannya merinci temuan mereka secara online pada 16 Desember dalam jurnal “Nature Geoscience”.